“Ready stedy kan hold me back , ready steady give me good luck , ready steady never look back. Lets get started ready steady go ………”
“Nee Rikka-san, boku wa uta no sukii desu” teriak mori-san pada Rikka san di awal Odome-sebuah japaness band dari Surabaya- yang sedang membawakan lagu milik Lar-en-ciel, band asal Jepang, dengan
lagunya ready steady go. “haiiii suki desu <3 balas="" dengan="" juga="" mori-san.="" p="" pada="" rikkaa-san="" sedikit="" teriakan="">
Perkenalkan nama saya Yamamoto Rikka, dan biasa dipanggil Rikka seorang siswi SMA di sebuah SMA negri di Semarang. Ayah saya asli Indonesia dan kebetulan ibu saya adalah orang Jepang itulah mengapa nama saya terdengar sedikit aneh bagi orang awam.begitu juga dengan anak lelaki dikeluarga ini yang tak lain adalah adik semata wayang sayayang baru menginjak awal sekolah menengah pertama, Yamamoto  Gintara juga sering dianggap nama aneh bagi teman teman susianya. Meskipun bukan termasuk keluarga yang kaya namun keluargaku ini merupakan keluarga sederhana yang saling menyayangi dan selalu berbagi kebahagiaan bersama. Kamipun hidup di rumah sederhana di sebuah dusun di salah satu sudut kota ini.
Mungkin karena pengaruh dari Ibu juga kenapa saya juga menyukai segala hal berbau negeri sakura itu dan tak pernah melewatkan satupun event berbau kebudayaan Jepang yang ada di Kota ini. Seperti hari-hari sebelumnya dimana ada event jepang dikota ini, aku selalu pergi bersama dengan Mori-san dan Aoi-san, teman sesame penyuka jepang sejak dari SMA,begitu pula sore itu sabtu 7 februari 2009. Mori-san, nama aslinya adalah Dhela sheptian sedangkan Aoi-san sebenarnya bernama Rara argadita. Memang penggunaan nama jepang bagi pecinta kebudayaan negeri sakura ini sedang heboh dikalangan pecinta Jepang di kota ini dan mungkin di kota lain, atau bahkan hingga ke seluruh dunia.
Sore itu sedang berlangsung sebuah event jepang di salah satu auditorium radio negeri di kota kami. Tak pernah ketinggalan gaya harajuku-gaya berpakaian remaja jepang yang biasa digunakan di Harajuku street ataupun Shibuya Street di Jepang- selalu menjadi andalan gaya kami bertiga. Berjamjam acara berlangsung dengan sangat ramai, hingga band terakhir adalah Odome.
*tit tit tit*, ‘nanti kalo sudah seselai mamah sama papah nunggu di parkiran mobil yaa’
“knapa rik ? udah dijemput ya?”,Tanya Rara. “umm”, anggukku santai. “ih enak yaah kamu mah berangkat bareng kita pulang dijemput”,guman Dhella. “ah sudah sudah ini kan lagu terakhir mending kita ikutan kedepan panggung kayak yang lain biar makin seru”, tutupku sambil menarik kedua tangan sahabatku itu.
“negai yo kaze ni note yoake no kane wa narase yo, tori no you ni My wish is over their airspase. Musuu no name wo koe asu he tachimukau anata woo mamoritamae my life I trade in for your pain. Arasoi yo tomare ….. “Odome- daybreak’s bell – dipopulerkan oleh band jepang L’arc-en-ciel.
                                                                                                あああ
“Gmana tadi acarane ? rame yaaa?” Tanya papah membuka percakapan di dalam mobil selepas acara. “Iya pah . tau nggak basisnya Odome tadi itu manis banget maen bass nya. Jadi makin pengen belajar bass deh”jawabku sambil tersenyum manis. “ah kamu mah semua bassis dibilang gitu. Siapa lagi” tukas gintara sengit. “ wooo enak aja aku pilih pilih tau ! kan aku tau mana yang emang bagus mana yang enggak weeecks” balasku judes. “ Heh kalian tuh bernatem terus sukanya”, lerai mamah singkat. Yah aku dan adikku Gintara memang selalu bertengkar mengenai hal hal sepele namun itulah yang membuat kami menjadi semakin akrab akhir akhir ini.
“hujan nih deres. Dirumah udah banjir belum ya?” canda papah ditengah perang mulut kecilku dan adikku. “ah papah ah nggak lucu bercandanya. Tar kalo banjir beneran gmana ?” “iya nih papah. Aku nggak mau kita kebanjiran lagi”tambah adikku. “ udah pah yang penting nyetirnya ati ati bentar lagi juga nyampe rumah kan” tenang mamah. Mamah memang selalu menjadi malaikat tanpa sayap di keluarga kami, selalu menyejukkan dikala terik menyapa dan selalu meghangatkan disaat badai menghampiri.
                                                                                                あああ
“ka bangun ka bantuin mamah nambal pintu pake paraffin, bentar lagi banjir” mamah mencoba membangunkanku yang barusaja terlelpa. Dan benar saja diluar air sudah sedikit demi sedikit meninggi. Padahal hujan juga tidak begitu lebat dan beberapa saat yang lalu air di sungai sebelah rumah memang masih dangkal dan sangat tidak memungkinkan untuk tiba tiba terjadi bajir dalam waktu yaah kurang dari satu jam !
“maaaaah paaaaaaaaaaah banjirnya cepet banget naiknya . ini gimana maaaah paaaaah…”teriakku dari pintu depan rumah sambil menambal pintu dengan papan dan paraffin untuk mencegah air masuk . “Rikka sini ka masuk aja banjirnya ini nggak kayak biasanya sini kita ngumpul di kamar aja” ajak mamah sambil menarikku cepat hingga akhirnya kita beremapt berkumpul di dekat pintu dalam kamarku.
“DOUUUAAARRR!”
“mah itu suara apa?”tanyaku sambil ketakutan. “pah mobil pah kalo sungai sebelah jebol mobil kita hanyut pah”tambah mamah yang mulai kawatir dengan banjir yang semakin meninggi. “mah temenin papah ngiket mobil yok , rikka gigin kalian disini aja. Kalo ada apa apa teriak” tambah papah. Dengan segera papah dan mamah mengikat mobil dengan selang yang ada didekat garasi rumah, sesaui pesan aku dan adikku tetap berada di tempat semula sambil berpelukan agar tak ada salah satu dari kami yang terpisah. Tak berapa lama mamah dan papah kembali dan segera memeluk kami berdua agar tak saling terpisah mengingat air banjir yang dengan cepat naik dan hamper menenggelamkan kami, kurang lebih seleherku atau sedada orang dewasa. Sebenarnya diruamh sudah disedikan tempat tinggi untuk berlindung disaat seperti ini. Namun karena air yang begitu cepatnya dan diluar batas normal banjir banjir sebelumnya maka kami tak sempat unutk naik ke atas sana, sebab dibutuhkan tangga untuk mencapainya.
Mungkin hamper sejam kami sekeluarga menahan dinginnya air banjir yang masuk ke rumah . Dengan nafas yang semakin berat dan badan yang semakin menggigil menahan dinginnya air banjir kami tetap menahan diri dan tidak berpindah dari tempat kami berkumpul. Terus dan terus saling berpegang tagan sambil menahan perabotan yang bergerak dan menabrak ke badan kami. Satu persatu perabot tenggelam dan hamper keluar dari rumah.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………













Jadi ceritanya bersambung sampai disini.... kenapa? karena ini prosa tugas bahasa indonesia kemaren.
nggak maksud nyombong sih dengan pamer cerita, yaa daripada mubadzir aja membusuk di laptop sendiri tapi tetep ending nggak dimasukin hahah gomenne XD

0 komentar:

Posting Komentar