Suddenly, All the Love Song Are About
You
Chara :
Matsumura Hokuto, Jesse Lewis (sixTONES)
Story by:
KirieHazuki
Genre : Boyslove (20+, NC), drama
Cerita ini
diambil dari rasa kangen author terhadap kemesraan HokuJess, dan kebetulan
salah satu fans Hoku di twitter kasih translatean tentang HokuJess, alhasil
author yang lagi males nulis tiba tiba semangat nulis HokuJess.
Selamat menikmati,
ditunggu caci makiannya di kolom komentar ^^
*********
Suara ini, lagi
lagi terdengan suara piano di sore hari, siapa yang masih ada di sekolah di jam
ini. Suara ini, bgeitu sejuk untuk di dengarkan, begitu menenangkan pikiran.
Matsumura Hokuto melangkahkan kakinya menuju ruang musik
sekolah, masih dengan seragam karatenya, ia berdiri di samping pintu ruangan
menikmati dentuman nada nada yang mengalun dengan indahnya. Hokuto masih tak
tahu siapa yang ada di balik pintu itu, tak peduli siapapun lebih tepatnya.
Yang ia yakini hanyalah suara tuts piano yang begitu menarik perhatiannya.
Sadar Hokuto masih punya janji lain, cepat cepat ia
meninggalkan ruang musik, berganti baju, dan meninggalkan sekolah.
“Kau terlambat...”, ujar seorang yang sudah menunggunya
di caffe buku dekat sekolah. Pria dengan rambut kecoklatan kembali menyeruput
orange jus yang dipesannya sambil membaca buku yang sedari tadi ada di
depannya.
“Gomenn gomen... tadi aku mendengar suara piano yang
sangat indah dari ruang musik. Apa kau tau siapa yang biasa main piano di
sekolah kita?” Hokuto menyapa pria di depannya sambil membuka menu untuk
dipesan. “Jadi, kau ingin aku ajari apa hari ini, Taiga?”
“hmm... ini kelasku dapat tugas untuk membuat cerita
dalam bahasa inggris dengan tema yang sudah ada, kau tau kan bahasa inggrisku
seperti apa hehehe”, Kyomoto Taiga, teman Hokuto sejak mereka SMP dan seampai
SMA selalu satu kelas, namun terpisahkan ketika mereka masuk kelas tiga.
“Taiga, sebentar lagi ujian masuk universitas dan kau
masih bingung untuk kasus tugas seperti ini. Huuuf ...”Hokuto menghela
nafasnya, menyerupus vanilla late yang dipesannya.
“Ah iya, yang suara piano kau tanyakan tadi, apa kau
sudah lihat siapa yang memainkannya?”
“emm...”Hokuto menggelengkan kepala sambil mengunyah
cheese cake yang dipesannya.
“jangan jangan itu.... hantu wanita yang menghuni ruang
musik? Kau pernah dengar mitos itu kan?dan kabarnya, siapapun yang mendengar
suara piano itu.......”
“Sudah sudah ngomong apa sih kamu? Hantu wanita apa
hahahaha” Hokuto memotong kalimat yang belum diselesaikan Taiga, ia memang tak
percaya pada cerita hantu atau sejenisnya, bila memang ada hantu mungkin akan
diajaknya duel dengan kemampuan karate sabuk hitamnya.
.
“Sebelum mulai kelas hari ini, sensei akan kenalkan
kalian pada murid pindahan, meskipun dia hanya akan bergabung dnegan kita dalam
waktu yang pendek ini semoga kalian masih bisa menerima dan menjalin kerjasama
dengannya yaa... “ Seorang pria cukup tinggi masuk kelas, sepertinya pria ini
campuran Jepang dan Amerika, terlihat dari nama yang ia tulis.
Jesse Lewis
Ditulisnya nama dalam huruf Romaji. Bahasa Jepangnya
sangat lancar dalam perkenalannya. Si pria itu melangkah menuju bangku kosong
di sebalah bangku Hokuto karena memang itu bangku yang tersisa. Dengan badannya
yang cukup tinggi tentunya tak masalah bila ia duduk di kursi paling belakang.
.
Latihan karate hari ini berkahir lebih cepat dari
biasanya, seminggu menuju turnamen terakhir Hokuto sebelum ujian masuk
universitas. Hokuto kembali mendengar suara piano yang mengalun indah.
Memastikan perkataan Taiga, ia segera berganti pakaian dan menuju ruang musik.
Kali ini beda, Hokuto tau lagi apa yang dinyanyikan.
Sekilas ia mendengar suara seorang menyanyi dalam ruangan itu diikuti alunan
piano. Suara lelaki, dengan aksen bahasa Jepang yang cukup bagus, dentuman
piano yang indah serta lagu yang memang bagus.
aruki tsukarete suwarikon de tohou ni kurete
kanawa nai yume
"unmei" toka futari nara ieta
kaisatsuguchi de
ienakatta iitakatta
'arigatou'tte
kotoba wa tabun
'sayonara' yori
mo kanashii kotoba ni omouno
heavenly days
umaku waraeteta
kana
saigo no kisutsui
kurueru kimi no te mo
nigire nakatta
namida sae ochi nakatta
hitori pocchi ni
nari imasara afure dasu yo
Hokuto mencoba mengintip tapi suara pintu yang di bukanya
sepertinya menghentikan si pria memainkan piano dan nyanyiannya.
“ah, anak baru .....”
“apa yang kau lakukan di sini emmm Matsu.. Matsu ...”Jesse
menghentikan permainan pianonya, mencoba mengingat nama Hokuto
“Hokuto. Panggil saja Hokuto. Apa yang kau lakukan di
sini?” tanya Hokuto penasaran
“Tentu saja main piano, kau kira aku akan main basket di
ruang musik? Yang benar saja” jawabnya sambil masih menatap Hokuto. Hokuto
mendekat, ingin mendengar jauh lebih banyak.
“Jesse, namamu jesse kan? Apa kau juga yang kemarin
memainkan piano disini”
“uhm.. kemarin sore aku sampai di sekolah ini, aku juga
minta izin pada kepala sekolah untuk mencoba piano di ruangan ini. Bagaimana kau
tau?”
“aku lewat dan mendengarnya. Suaranya sangat bagus...”
“terimakasih”
“”lagu tadi, maukah kau lanjutkan memainkannya? Aku suka
sekali lagu itu...”Hokuto mengambil gitar akustik yang tak jauh dari piano,
mulai memetik setiap senarnya sambil menyanyi lagu yang sebelumnya dinyanyikan
pria setengah bule itu. Disusul Jesse sambil memainkan pianonya.
Mezamashi ga naru mae ni
okite toki wo tomeru
omoida seruno wa mou
nantonaku dakedo kimi no koto
ichiokubun no kimi ni aeta
kiseki nankamo
itsu nomanika wasure
chaukana
wasure ta koto sae mo
kitto wasure te shimauno
heavenly days
mune no poketto no heya
kimi no kieta nukumori wo
sagasu yo
mou nidoto kimi wo omou
koto wa nakutemo
mada sukoshi atatakai ano
hibi ni kagi wo kakete
*********
Hokuto
dan Jesse menjadi semakin dekat, sepulang sekolah selepas latihan karate Hokuto
menyusul Jesse di ruang musik mendengarkan setiap sentuhan tuts piano yang
ditekan Jesse. Sesekali Hokuto ikut bernyanyi sambil memainkan gitar, meski
permainan gitarnya tak sebagus permainan piano Jesse tapi perpaduan mereka bisa
untuk disandingkan dengan idol idol ikemen yang banyak berkembang di Jepang.
“Besok
libur, mainlah ke rumah aku baru saja beli album baru, mari kita coba ubah
dengan permainan pianoku dan gitarmu, bagaimana Hoku?”
“Baiklah,
jangan lupa siapkan makanan yang paling enak yaaa” Hokuto menjawab sambil masih
menyandarkan kepalanya di bahu Jesse. Hari mulai sore, mentari berwarna orange
memancarkan warna yang sangat cantik. Jesse masih sesekali menekan random tuts
piano dengan tangan kirinya, tangan kanannya mengusap lembut rambut Hoku yang
berada di pundaknya. Senyum tersipu Hokuto membuatnya tak tahan untuk ikut
tersenyum.
“Ayo
kita pulang sudah sore, aku tak mau terjebak di sekolah sampai malam” Hokuto mengangkat
kepalanya dari pundah Jesse, tapi ditahan Jesse. Sebuah kecupan melayang ke
jidatnya. Muka Hokuto berubah kemerahan. Ciuman pertama yang ia dapatkan.
“Ayo
pulang.” Jesse tersenyum, mengambil tas mereka. Matahari senja bersinar dengan
warna jingganya mulai tampak warna ungu, satu dua bintang mulai muncul
menghiasi langit.
*********
“Waaah
rumahmu luas dan besar yaaa, benar benar keluarga Lewis. Oh ya kemana orang
tuamu?”Hokuto masuk rumah Jesse, melepas sepatunya, melepas jaket jeansnya, dan
membawa masuk tas berisi gitarnya.
“Apa
aku lupa bilang kalau orang tuaku hari ini ke Amerika? Ada saudaraku yang
menikah”, Jawab Jesse sambil mengarahkan Hokuto menuju ruang sebelah kamarnya,
tempatnya menaruh piano, sound system kecil, dan juga berbagai macam koleksi
album musik, dari klasik, penyanyi Jepang dari segala era dan segala jenis musik, Amerika, hingga idol grup wanita maupun pria yang
memang lagi heboh.
“Waaah
The Gazzete. Ayo mainkan ini Jess!!!”Hokuto berkeliling melihat koleksi Jesse
dan sangat ingin melihat Jesse memainkan salah satu lagu The Gazette
Kawaita ashioto hada o somete ku gekkou
Tsumetai anata no te
Hagarenu you ni hiketa akatsuki ni
Sono tamerai o sutete kureru?
Asu wo shinjite yukeru imi wo motome
Doko ka de kowarete shimatta
Nanimo kamo ga yugande mieta
Nee mada warae teru?
Dakishimete ite wasurenu you ni
Koe mo itsuka todokanaku naru
Mai chiru ame ni kieiri sou na
Futari no ashioto ga kasanari
Togireru made
Hokuto tiba tiba mencium Jesse yang sedang memainkan
pianonya. Hanya beberapa detik sampai Hokuto melepas ciuman pertamanya itu. Ciuman
pertama yang ia berikan pada seorang pria.
Jesse menatap Hokuto yang mungkin merasa malu menciumnya
lebih dulu.
Jesse menarik badan Hokuto yang duduk di sebelahnya,
memeluknya erat, menatap matanya dalam seraya mengisyaratkan ciuman dari Hokuto
akan mengawali segalanya hari ini. Perlahan ditempelkan bibirnya ke bibir
Hokuto, tak melawan Hokuto mengikuti alur yang dibuat Jesse. Bibir mereka
bertemu sentuhan dari bibir Jesse yang begitu lembut meminta Hokuto menyerahkan
bibirnya lebih banyak lagi. Tangan Jesse memeluk erat badan Hokuto, mengusap
halus kepalanya.
Bibirnya lebih jauh menjelajahi bibir Hokuto,
dipersilahkan siempunya bibir membuka dan menjelajah lebih jauh. Perlahan lidahnya memasuki rongga mulut Hokuto,
menjelajahi setiap sudut mulut Hokuto. Tak mau kalah Hokuto mencoba memainkan
lidahnya juga, menerima setiap gerakan lidah Jesse, membalasnya dengan gerasakn
yang sama. Jantung Hoku berdebar kencang. Ciuman pertamanya, ciuman yang dengan
sukarela ia berikan pada murid pindahan yang memainkan piano dengan begitu
indahnya.
Tangan Jesse mulai masuk kedalam kaos tipis yang dipakai
Hoku, menjelajahi badannya. Ada getaran lucu yang dirasakan Hokuto atas apa
yang dilakukan temannya itu. Ciuman Jesse berpindah dari bibir ke leher Hokuto.
Digigitnya perlahan, Hokuto menahan sakit gigitan Jesse yang meninggalkan bekas di lehernya. Jesse masih memainkan
tangannya pada tubuh Hokuto, menjelajahi setiap bagian badan Hokuto, bibirnya
menuju ke telinga Hokuto, dihembuskannya nafas dari hidung yang membuat Hokuto
merasa geli.
“Jess...” potong Hokuto
“emm?” Jesse masih meniup halus telinga Hokuto, tangannya
masih meraba tubuh Hokuto.
“Sebentar lagi aku bisa jatuh. Kursi pianomu sangat kecil
dan kau semakin mendorongku”
Jesse tiba tiba mengangkat Hokuto. Badan atletisnya cukup
kuat untuk mengangkat badan Hokuto yang juga cukup berotot menuju ruangan di
sebalahnya, kamarnya. Meletakkan Hokuto pada kasur empuk berlapis sprey warna
abu-abu. Perlahan Jesse melepas kaos yang dari tadi menggangunya menjelajahi
badan Hokuto. Badan Hokuto memang cukup bagus, otot perutnya, otot tangannya
juga tak perlu diragukan lagi hasil latihan karatenya.
Jesse melanjutkan mencium Hokuto. Membiarkan lidahnya
kembali mengeksplorasi mulut Hokuto. Hokuto mengikuti alur Jesse dengan tenang.
Jantungnya berdetak kencang. Jesse tersenyum mendengar detakan jantung Hokuto. Diturunkannya
ciuman Jesse ke leher, tutun lagi hingga ke dada. Hokuto tak bisa lagi
mengelak. Badannnya terlanjur panas. Ini konsekuensi karena ia yang pertama
mulai mencium Jesse.
Keduanya masih saling beradu, membiarkan jendela dan
pintu kamar Jesse terbuka karna memang takkan ada yang melihat mereka. Alunan musik
mengalun dari ruang sebelah, alunan nada panggilan dari HP Jesse. Terlalu sibuk
Jesse tak peduli siapun yang menghubunginya. Semua perhatiannya ada pada
Hokuto, pun Hokuto begitu mengikuti permainan yang dituntun Jesse.
.
“hmm zuppa soup ini enak Jess...pasti bukan kau yang
membuatnya kan?” Hokuto melahap Zuppa Soup yang disiapkan Jesse. Hampir dingin.
“tentu saja aku yang masak,memang kau? Hanya bisa makan
saja hahaha” Jesse menuang jus anggur ke gelas Hokuto. Melemparkan senyumnya
yang manis.
“aku tak sabar makan es cream cake nya. Pasti enak dan
pasti bukan kau yang masak juga kaaan...?”
“hehe kalo untuk es cream cake aku pesan di bakery teman
ayahku bekerja hehehe”
Keduanya sibuk menikmati makanan yang memang disiapkan
Jesse sambil saling tertawa dan bercanda, melayangkan sentuhan manis satu sama
lain.
*********
TAMAT
Hehehe bagaimana? Aneh yaaa? Iyaaaa aneh
bangeeeeeeeeeeeet
Terimakasih sudah mau baca >.<
0 komentar:
Posting Komentar