HUJAN DIMUSIM PANAS - Part 2
Chara : Kyomoto Taiga, Tanaka Juri, Jesse Lewis (sixTONES), Yuya Tegoshi (NEWS)
Yooosh nulis FF lagi >.<
yang kemaren ada yang req KyomoJur KyomoJess nih skalian aja hahaha >.<
Jadi ini di jalan pulang kantor, inget lagunya NEWS-Koi wo Shiranai Kimi e, eh dapet inspirasi hehe
gomen ceritanya amburadul antah banget nggak jelas huhuuu
apabila ada kesamaan dalam cerita author minta maaf karena ketidak sengajaan belaka, bukan bermaksud ikut ikutan >.<
gomen ceritanya amburadul antah banget nggak jelas huhuuu
apabila ada kesamaan dalam cerita author minta maaf karena ketidak sengajaan belaka, bukan bermaksud ikut ikutan >.<
comments commentss....
ariyasuuu . >.<
Aku melihatnya, aku
melihat mereka berdua berpelukan. Aku tak peduli hubungan diantara mereka, tapi
dada ini terasa sangat sakit saat melihatnya. Aku tau kau hanya pasienku, tapi pisau
tajam itu seolah menusukku perlahan. Aku tau aku salah, aku tau karena tak
sengaja melihatnya dan terasa menyakitkan.
*********
“Ohayou Taiga, Taiga?” Juri panik karena Taiga masih belum bangun. Lekas ia
memerika keadaan Taiga. Normal, semuanya Normal. Tidak ada yang aneh pada
badannya. Tapi taiga masih memejamkan matanya. Badannya juga tak panas, suhu
tubuhnya normal.
“Taiga? Taiga?” Juri masih mencoba membangunkan Taiga sebelum ia menekan
tombol bantuan.
“Juri kun?” Mata taiga sembab, Juri hanya diam tak mau menebak apa yang
terjadi antara Taiga dan pria bule yang datang kemarin. Pun tak mau mengingat
kejadian yang dilihatnya kemarin. Juri diam mematung di posisinya menunggu
penjelasan Taiga. Keduanya masih saling diam.
“Kau bisa tunggu disini dulu Taiga? Aku akan menemui Tegoshi sensei
sebentar.” Juri meninggalkan taiga yang masih menunduk diam seribu bahasa.
Berharap mendapat keajaiban, ia berjalan cepat menuju ruang dokter.
“Onegaishimasu. Ijinkan Taiga keluar rumah sakit 1 hari, aku akan
menjaganya sensei.” Juri memohon dengan sangat. Ia tau membawa Taiga disaat
seperti ini bisa membahayakan keduanya. Tidak ada yang tau kapan penyakitnya
akan kumat, kapan donor jantung akan tiba-tiba ada. Hanya ada harapan dan doa
dari semua.
“baiklah. Akan kuberi kalian ijin satu hari. Tapi kau harus benar benar
menjaganya. Tidak boleh mengemudi mobil terlalu kencang, tidak boleh melihat
sesuatu yang terlalu menyeramkan, dan ...”
“dan tidak boleh membuat jantungnya berdetak sangat kencang.” Juri memotong
pesan Tegoshi sensei sambil tersenyum puas. Segera ia berlari
menuju kamar Taiga.
“cepat ganti baju dan bawa kameramu. Kita akan jalan-jalan hari ini” Juri
berkata sambil mengatur nafasnya.
“Hah?”
“”Pakai ini, jangan lupa topi ini, ah celana ini sepertinya cocok untukmu”
Juri membongkar lemari mencari setelan pakaian yang cocok dipakai Taiga di hari
yang terik ini. Sebuah kaos lengan pendek yang memang dirancang besar untuk
badan kecil seperti Taiga, celana jeans dengan beberapa bagian yang memang
dibuat sobek dan sebuah topi.
Taiga hanya bisa tersenyum melihat hasil pilihan Juri. Tanpa malu malu ia
mengganti bajunya. Juri tersenyum melihatnya.
“Baik, adakah tempat yang ingin kau kunjungi pangeran tampan?” sambil
menyiapkan mobilnya, Juri siap kemanapun Taiga ingin pergi.
“Jadi hari ini terserah aku kan? Aku ingin ke kebun binatang, taman
bermain, naik biang lala, makan makanan manis, dan memotret apapun yang aku
temui di jalan.”
“siap pangeran tampan”. Juri memacu mobilnya pelan, sesuai janjinya dengan
Tegoshi sensei. Taiga asik melihat pemandangan seolah sudah sangat lama ia tak
jalan menikmati udara luar rumah sakit.
Kebun binatang cukup ramai, meski tak seramai hari libur. Tampak
serombongan anak TK melihat dan mempelajari hewan yang ada. Taiga begitu
bahagia melihat hewan, tak hentinya memotret tiap momen yang ada.
“Kita disini dulu ya pangeran. Kita makan manis dulu. Emmm ini toko kue
teman dekatku. Kau harus mencobanya, akan ku kenalkan juga kau dengan
pemiliknya hohooo..” Mobil terparkir di depan toko Hokku Tea Time. Bukan nama yang asing bagi Taiga sebenarnya karena
Jesse sering membawakan puding dari tempat ini.
“Konichiwa... “ Taiga dan Juri memasuki toko bersamaan. Tampak seorang pria
muda dan tampan sedang sibuk menghias kue pernikahan.
“aaaa Juri kun, ohisashiburi...”
“Hokutoo... pesan seperti biasa yaa pie coklat dengan toping strowberry ala
Hokuto. Ah jangan lupa ice coklatnya yaaa, Taiga kau pesan apa?”
“Puding. Aku selalu suka puding buah dari tempat ini.” Jawab taiga dengan
senyuman yang melemahkan hati setiap yang melihatnya
“aaah arigatou. Ternyata kau sudah tau tempat ini yaa. Sering seringlah
kemari, cobain puding lain yang kubuat kau pasti akan suka.”, Hokuto pemilik
tempat berterimakasih pada Taiga.
“uuuum seperti biasanya, pie coklat Hokuto emang tak ada duanyaaa haahaha”.
Juri dan Taiga asik makan makanan mereka, diselingi sesekali candaan keduanya.
Hokuto pemilik sekaligus patissier masih sibuk menghias kue pernikahan pesanan
jadi tak bisa ikut dalam obrolan seru Juri Taiga.
Juri dan Taiga pamit untuk menuju destinasi selanjutnya. Tak lupa Taiga
memfoto setiap bagian yang ingin dia foto. Kamera kecil berwarna ungu itu
selalu menggantung dilehernya.
“Juri kun, aku ingin naik bianglala sekarang. Sudah mulai sore dan akan
menyenangkan bila kita naik itu” Taiga sedikit merengek sambil menarik kemeja
Juri. Tak mau menolak Juripun hanya mengikuti tarikan tangan Taiga.
“waaaa... kirei.. nee Juri~” sambil memandang luar biang lala, langit mulai
tampak gelap, lampu sudah menyala menyinari kota Tokyo. Juri duduk di
seberangnya hanya bisa memandang pria di depannya sambil tersenyum. Sama sekali
tak tampak seperti pria dewasa.
“Jadi sudah tidak sedih lagi kan?”. Taiga diam mendengar pertanyaan Juri.
“em.. aku baik baik saja” sambil pura pura tersenyum. Senyuman yang beda
dari senyuman Taiga biasanya.
“Lelaki yang kemarin, siapa?” sedikit ragu Juri menanyakan apa yang mengganjal
di hatinya
“dia seniorku, dia ketua klub fotografi”, Taiga membuang pandangannya ke
luar, berharap Juri tak tersinggung
“bohong. Mana pungkin hanya sebatas itu?”
“benar. Aku tidak bohong” Taiga mencoba meyakinkan Juri tapi iapun tau juri
tak akan percaya. Taiga sendiri juga bingung sebenarnya apa hubungannya dengan
Jesse. Mereka sama sama pria, tapi memang Jesse juga berharga bagi Taiga.
Sebuah ciuman mendarat ke bibir Taiga. Masih dalam posisi kabedon di tempat
duduk, Juri menatap Taiga, melihat perubahan warna wajah Taiga. Juri sadar ia
tak boleh melakukannya karena akan membahayakan jantung taiga. Segera ia mundur
dan kembali ke posisi duduknya.
“Kau tau juri, saat aku dekat dengan Jesse di klub foto, kami begitu dekat
hingga lupa batasan antara teman, senior, dan... kau taulah. Tapi dia
mendapatkan beasiswa impiannya. Lusa ia berangkat, dan kemarin adalah
perpisahan kami. Aku tau umurkupun tak panjang, aku tak tau kapan aku mendapat
donor jantung yang tepat, bahkan kupikir donor itu hanya sia sia saja. Tapi kau
tau ada bagian dari dalam diriku yang merasa aku tak ingin melakukan ini semua.
Aku tak ingin Jesse merasa memiliki hal yang harus ia lakukan saat sudah
kembali di sini.” Juri tak bisa berkata-kata, ia memeluk Taiga dengan kencang.
“aku disini untukmu” bisiknya pelan.
juri senang, setidaknya kini Taiga bisa
terbuka padanya. Ia tak marah atas apa yang diceritakan Taiga. Luka perih yang
ia rasakan saat melihat kejadian Jesse memeluk Taigapun seolah hilang. Bukan
salah Taiga ataupun Jesse keduanya terikat pada hubungan yang tidak jelas, ia
dan Taiga juga tak lebih dari dokter dan pasien. Mengingatnya membuat hatinya
sakit.
Biang lala selesai berputar. Taiga masih
diam, mungkin berat baginya menceritakan masalah pribadinya pada dokternya
sendiri. Taiga juga merasakan sensasi aneh saat Juri memeluknya di ketinggian.
Badannya panas, wajahnya masih memerah, tapi bukan demam.
Tau situasi kembali dingin, juri menggandeng
Taiga. Tak pedulu tatapan orang pada mereka Juri membawa Taiga ke gerai es
krim, berharap mencairkan suasana.
"aku mau eskrim coklat, Taiga kun?,"
sambil membolak balik menu yang ada menunggu jawaban Taiga
"Sama denganmu,"
Mereka berjalan menikmati sisa harinya di
taman bermain sambil memakan es krim. Langit semakin gelap, perlahan air jatuh
ke bumi. Tak ingin Taiga sakit, Juri lekas menariknta mencari tempat berteduh
karena tempat parkir cukup jauh.
Dibawah payung yang memang dirancang untuk
berteduh, mereka mersama. Banyak pasangan lain maupun keluarga juga berteduh di
tempat yang sama. Juri membersihkan tesan air yang menempel bada badan Taiga.
Taiga diam membiarkan Juri melakukan sesukanya. Otaknya meminta agar Jantungnya
tak berdetak kencang. Juri memeluknya dari belakang, berharap Taiga tak
kedinginan. Masa bodoh dengan pandangan orang.
"Taiga kun, hujan sedikit reda, mau
pulang sekarang?" Juri membuyarkan lumunan Taiga, melepas kemeja yang
dipakainya, meski tak banyak, ia pikir cukup untukmelindung Taiga dari hujan
yang turun.
Berhasil menerjang hujan, Juri memacu mobilnya
ke apartrmennya. Senagaja memang membawa Taiga pulg ke rumahnya.
"Wuooo jadi selama ini Juri tinggal di
sini sendirian? Kau tidak kesepian memang?" Taiga sambil memasuki ruangan
apartemen Juri. Melihat sekeliling koleksi mobil mini berbagai bentuk dan
ukuran, beberapa fotonya, keluarga, dan teman-temannya tergantung di dinding.
"Uhm... cepat mandi pakai air hangat. Aku
akan carikan pakaian yg cocok untukmu", Juri melempar Taiga dengan handuk
kering, mrngantarnya menuju kamar mandi. Sementara ia selesai mencari baju
untuk Taiga, juri juga langsung mandi begitu Taiga selesai.
Taiga duduk di kasur Juri. Melihat sekeliling.
Aroma orange terasa kuat di ruangan kamar Juri. Segar dan menyenangkan,
batinnya. Juri keluar dengan handuk melingkar di badannya, ia lupa belum
membawa pakain ganti.
Taiga mencoba tidak melihat Juri yang tampak
begitu segar. Secepat mungkin berusaha keluar dari kamar Juri, tapi Juri justru
melakukan pose kabedon pada Taiga. Juri tak dapat membendung perasaannya lagi,
ia mengelus rambut lurus Taiga yang sedikit basah. Harum badan mereka sekarang
sama karena sabun yang sama. Kukit putih Taiga tampak bersinar, bibir mungilnya
menjadi merah seolah emanggil untuk disinggahi Juri. Tak sempat meminta ijin,
bibir Juri dan Taiga bertemu. Mencova melawan, tangan Taiga semakin kencang
ditahan Juri. Ada sendasi aneh pada tubuh keduanya.
Ditariknya badan Taiga ke tempat tidur,
melanjutkan yang sebelumnya terjadi. Juri mengeksplorasi mulut Taiga. Tak mau
kalah Taiga balik mengeksplorasi mulut Juri. Lidah keduanya bertenu, saling
beradu. Huri menurunkan ciumannya ke leher, meninggalkan kissmark di leher
Taiga yang putih. Baju Taiga memang sudah dilepasnya. Juri kembali menurukan
ciumnnya pada bagian dda Taiga. Tangannya tak hentinya membelai rambut Taiga.
Juri sadar ada bagian tubuh Taiga yang mulai mengeras, tapi ia tak peduli.
Taiga tak lagi dapat mengontrol jantungnya
untuk tak berdetak kencang. Ia tak ingin momen beesama Juri ini selesai begitu
saja. Badannya mulai memanas, jantungnya berdetak kencang. Sadar ada perubahan
Juri menyudahi atraksinya. Ia ingat betul janjinya pada Tegoshi sensei untuk
tak membuat jantung berdetak terlalu kencang. Juri mengakhiri dengan mencium
kening Taiga dan berbaring di sampingnya.
"Gomenn, aku tak bermaksud
.........", juri menghentikan kalimatnya. Tangan Taiga menutup mulutnya
erat tak ingin mendear alasan darinya.
"gomenn Juri kun, andai saja keadanku tak
begini, kau tak perku merasa bersalah. Sama seperti yang dialami Jesse".
Juri teediam mendengarn nama Jesse disebut Taiga. Cepat ia memakai bajunya
kembali, juga memakaikan buju Taiga sebelum ia kedinginan.
"Baiklah kita tidur saja. Kau harus
istirahat lagi Taiga" kecupan manis mampir ke pipi Taiga debelim keduanya
tidur.
Oyasuminasai.
.
"Sensei Taiga memburuk, ia harus mendapat
donor jantung sekarang atau tidak adan bisa selamat". Juri lekas memanggil
Tegoshi sensei. Keadaan Taiga tiba tiba memburuk. Bukan kali pertama, tapi kali
ini lebih parah dari sebelumnya.
"Lekas bawa ke ruang operasi. Tanaka
cepat ganti pakaian operasi. Kau jadi asistenku untuk mengoperasibya".
Tegoshi sensei cepat mengambil keputusan. Salah satu perawat menghubungi orang
tua Taiga mengabarkan keadaannya. Belum ada donor jantung yang cocok untuknya.
Harapannya menurun. Juri pasrah.
operasi coba dilakukan Tegoshi sensei. Juri
membantu sebagai asisten dokter operasi. Satu jam berlalu, belum ada perubahan.
Detak jantung Taiga makin melemah. Air mata menetes dari Taiga yang sudah tak
sadarkan diri.
"Gomennasai......" tegoshi sensei
menaruh pisau bedahnya. Taiga sudah tak bisa diselamatkan. Jantungnya berhenti
berfungsi. Juri tentunduk lemas. kakinya tak mampu menahan beban badanny.
kenapa jantungku tak cocok untuknya, kenapa harus dia menjadi pasienku, kenapa
aku tak bisa menolongnya, berputas pada pikiran Juri.
Pria cantik dan penuh senyuman manis itu kini
sudah pergi ke sisi Tuhan, meninggalkan kenangan pada juri yang masih tak
bergerak dari ruang operasi.
.
Badan Taiga sudah tertutup selembar kain
putih. Orang tuanyaatang, pertama kali Juri melihat duanya. Taiga memg pernah
cera kenapa ia tak menyukai nama Keluarganya. Ibunya cantik, kulitnya halus
seperti Taiga, ayahnya tampak masih sangat muda tulang wajahnya mirip Taiga.
Satu anak perempuan kecil yang kemungkinan adalah adiknya juga ikut.
Jesse tiba tiba muncul dan masuk ruangan. Ia
berdiri kaku, kembali menyalahkan dirinya sendiri rena tak bisa ada di sisi
Taiga. Tegoshi sensei membagi catatan kecil yang memang sudah Taiga pisahkan
untuk mereka.
Okaasan,
otoosan, ogenii desuka? aitakata
Kalian
tau, aku sangat kesakitan disini. Aku sendirian, tapi Tegoshi sensei selalu ada
untukku sampai aku dapat doker bernama Tanaka Juri ini. Kalian harus saling
kenal. Dia sangat baik.
Okaasan,
otoosan. Maaf sudah selalu merepotkan kalian. Aku memang anak tak berguna yang
hanya bisa memburu hal untuk ku foto. Aku hanya ingin membuat kalian bangga
sejak kecil. Aku tak inginmenyusahkan kalian, sungguh
Otoosan,
jangan terlalu keras pada Jurina chan yaa. Cukup aku saja yng ^rasakan. Cukup
aku yg harus menahan jantungku sendiri.jangan samakan Jurina denganku.
Okaasan,
arigato....daisuki okaasan....
Orang tua Taiga tak bisa membendung air mata
membaca surat dan setiap lembar buku harian Taiga. Lelaki kecil mereka kini
sudah berpulang ke pangkuan yang kuasa.
"Kalian, terimakasih sidah ada untuk
Taiga selama ini. Terimakasih ...." air mata ibu Taiga tak bisa tertahank
ketika berterimakasihdan minta maaf pada Juri, Jesse, dan Tegoshi sensei.
Sambil menyerahkan buku harianTaiga pada juri. Ibinya tau Taiga menukiskan
begitu banyak hal intuk dokternya ini.
Hari
ini dokter baru tiba. Aaah waktuku dengan tegoshi sensei akan berkurang.
tanaka
juri, sebenaenya dia tidak cocok jadi dokter hahahaaa
Juri
kun bertemu jesse kun! Ku harap aku bisa lebih lama dengan mereka berdua.
Jesse
pergi ke Italy, harapannya menjadi fotografer nomor satu dunia tinggal
selangkah lagi. Aaah aku ingin bisa bersaing dengannya!!
Juri
naik biang lala, terlihat lucu dari posisiku duduk hari ini. Artemennya luas!
Aku berharap bisa naiksalah satu mobil mobilannya. Tapi aku mengecewakannya
hari ini. Andai jantungku kuat.
..........
Dada Juri terasa sakit membaca setiap lembar
buku harian Taiga. Air mata tak kuasa
ia tahan. Ia berjanji tak akan ada yg merasakan apa yang Taiga rasakan dari
sakitnya. Juri memberikan buku harian itu pada Jesse, tak sedikit pula Taiga
menyebut Jesse didalamnya. Tegoshi sensei memberikan sebuah album foto yang
memang Taiga titipkan padanya untuk diserahkan pada juri.
Juri membuka setiap lembarnya. Air mata masih
tak berhenti menetas. Setiap kenangnya dan Taiga tergambar disitu. Bahkan ia
tak pernah tau Taigs memotretnya dari belakang. Foto di atas biang lala, foto
di Hokku Tea Time, langit Tokyo malam hari, anak kecil yang menangis karena
eskrimnya jatuh. Senyuman muncul dari bibir Juri. Ia menemukan secaeik surat
yang ditujukan padanya.
dear
TanakaJuri
Terimakasih
Terimakasih
Terimakasih
Terimakasih
Terimakasih
untuk segalanya. kau harus jadi dokter hebat! Aku akan selu mengawasimu ketika
kau lihat langit musim panas.
tapi
kau harus cepat lupakan aku. Kau harus melanjutkan hidupmu, kau harus
selamatkan banyak nyawa diluar sana. Aku tau kau bisa jadi dokter hebat
nantinya
Juri
kun, terimakasih kau mau mengenalku, membagi waktu diantara kesibukanmu,
mengajakku melupakan masalah kepergian Jesse. Aku tak pernah menyesal 2 bulan
ini kau menjadi dokterku. Aku tidak menyesal kau meninggalkan tanda di badanku
hehe
Daisuki
Taiga
Bodoh, terlalu banyak terimakasih, memang apa
yang kulakukan padanya? Batin juri sakit. Hujan terlihat dari balik jendela kamar Taiga. Hujan di musim panas, hujan yang membuat bunga matahari tampak
bersinar, daun basah dan suara serangga yang mencoba melindungi diri dari
hujan.
*********
"Aww panas!", juri menoleh pada
orang iseng yang menempelkan cup vanilla latte
panas di pipinya.
"Haha jangan melamun juuuriii
kuuun.", goda pria setengah Amerika itu. "Lagi lagi hujan yaaa setiap
tahun selalu hujan saat hari ini tiba"
"Apa kau merindukannya Jess? Apa yang
sedang dilakukannya di sana yaa?"
"Sudah, ayo kita pergi, kalau
kita terlambat dia akan marah pada kita."
*********
TAMAT
*author tebar tebar tisue*
Mau coba komen lagi bisa ga ya.... DX
BalasHapusaku nangis pas part akhir ini, sedih ya jadi juri nahan2 terus hahahah... awalnya taiga jutek banget tapi lucu sih. Juri manis!!! Keren jadi dokter! kebayang banget pake jas putih yg berkibar-kibar XD
jadi, hubungan taiga sama jesse itu ga jelas? lol
akhirnya jesse sama juri ya jadi kebayang mereka yang jadian #ditendang
makasih kak ff nya, bikin nangis XD good!!!
haii gitaaa... makasih yaa udah baca dan comment hahaha
Hapussedih banget masak ceritanya? jadi maluuu. akupun nangis sendiri sih bacanya hehehe >..<
jesse mah selalu menebar cinta pada semua orang. php doang sama Taiga kan kasian taiga :" wkwkw
hooo kamu mikir endingnya J2 yaa wkwkwk XD
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus